

Siti Kasiyati, Pembela Komunitas Perempuan dan Difabel
/ Inspirasi
Siti Kasiyati menyadari untuk membangun masyarakat inklusif, tidak cukup dengan kebijakan. Diperlukan proses penyadaran kolektif, salah satunya dengan menggelar berbagai pelatihan.
Di balik berbagai program inklusi sosial yang saat ini mulai mengakar dalam komunitas perempuan dan difabel di Jawa Tengah, nama Siti Kasiyati muncul sebagai sosok sentral. Ia bukan hanya akademisi, tetapi juga aktivis sosial yang menjadikan nilai-nilai Islam sebagai fondasi perjuangan untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan setara.
Di tengah rutinitas akademik dan organisasi, perempuan bersahaja ini terus bergerak dari ruang kelas ke tengah-tengah komunitas. Ia percaya bahwa ilmu bukan sekadar untuk dikaji, tapi untuk diterapkan dan dibumikan. Baginya inklusi itu bukan hanya tentang akses, tapi juga soal sikap. Ruang penerimaan harus dibuka lebar, bukan sekadar menyediakan fasilitas.
Siti tumbuh dengan napas keislaman yang kental. Ia meraih gelar doktor dalam bidang hukum dengan disertasi tentang perlindungan hukum bagi penyandang disabilitas berhadapan dengan hukum perspektif keadilan transedental.
Saat ini, Siti mengajar di dua kampus, yakni UIN Raden Mas Said Surakarta dan Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS). Ia juga tercatat aktif berkegiatan di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) ‘Aisyiyah Jawa Tengah (Jateng) dan LBH Majelis Hukum dan HAM Pimpinan Wilayah ‘Aisyiyah (MHH PWA) Jateng.
Ia juga meneliti tentang isu-isu seputar keadilan sosial dan pemberdayaan kelompok rentan, khususnya difabel, perempuan, dan anak. Hal ini menjadikannya salah satu referensi penting dalam diskursus inklusi sosial di kalangan akademisi dan aktivis.
Bangun Masyarakat Inklusif
Apa yang membuat Siti berbeda adalah keberaniannya menjembatani dunia akademik dengan aksi nyata di lapangan. Ia aktif dalam berbagai pelatihan yang digelar ‘Aisyiyah, salah satu organisasi perempuan Islam terbesar di Indonesia.
Dalam pelatihan-pelatihan tersebut, Siti kerap membawakan materi yang menggugah kesadaran peserta, bukan hanya dari sisi hukum dan regulasi, tetapi juga dari sisi spiritual dan kemanusiaan.
Siti sadar bahwa untuk membangun masyarakat inklusif tidak cukup hanya dengan kebijakan. Diperlukan proses penyadaran kolektif, dan itulah yang ia lakukan dari satu pelatihan ke pelatihan lain. Selain membahas aspek teoritis, pelatihan-pelatihan itu nantinya juga bisa menyentuh pemberdayaan ekonomi, pemulihan psikososial, hingga pelatihan akupresur untuk meningkatkan kemandirian peserta.
Selain aktif di berbagai pelatihan dan forum formal, Siti juga kerap berbagi ilmu dalam diskusi santai dan mentoring. Ia menjadi rujukan bagi banyak aktivis muda perempuan, terutama yang bergiat di bidang sosial dan keagamaan. Dalam setiap kesempatan, ia mendorong para pemuda untuk memadukan ilmu pengetahuan dengan keberpihakan kepada yang lemah.
Ketekunan, ketulusan, dan konsistensi menjadi ciri khas dalam langkah hidupnya. Ia menghindari sorotan media dan lebih memilih bekerja dalam senyap. Namun hasil dari kiprahnya kini mulai tampak dalam wajah komunitas-komunitas yang lebih sadar, lebih kuat, dan lebih adil bagi semua kalangan.
Bagi Siti, inklusi sosial bukan sekadar misi sosial, melainkan jalan ibadah. Sebuah pengabdian yang dilandasi nilai spiritual dan kesadaran bahwa setiap manusia berhak untuk hidup bermartabat.
Dalam dunia yang masih dipenuhi stigma dan diskriminasi terhadap kelompok tertentu, Siti hadir sebagai penyejuk, mengajak kita semua untuk membuka hati, membangun ruang-ruang penerimaan, dan mengikis tembok ketidakpedulian.
Jembatan antara Akademik dan Aksi Sosial
Siti Kasiyati tumbuh dalam lingkungan yang kental dengan napas keislaman. Ia menempuh pendidikan tinggi di bidang hukum Islam UIN Raden Mas Said Surakarta, yang dulu masih bernama Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Surakarta. Tujuh tahun berselang Siti menamatkan jenjang S2-nya UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Kemudian disertasi doktoralnya berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap Penyandang Disabilitas Berhadapan dengan Hukum Perspektif Keadilan Transendental”, ia rampungkan di UMS. Disertasinya mencerminkan kepekaannya terhadap kelompok rentan dan pendekatan spiritual dalam keadilan hukum.
Kiprah Siti dalam dunia hukum dan hak asasi manusia sudah berlangsung lebih dari satu dekade. Ia pernah menjabat sebagai Sekretaris Majelis Hukum dan HAM Pimpinan Wilayah 'Aisyiyah Jawa Tengah periode 2010–2015, kemudian menjadi Wakil Ketua Bidang Advokasi hingga 2022.
Kini, ia menjadi Wakil Ketua Majelis Hukum dan HAM Pimpinan Pusat 'Aisyiyah periode 2022–2027. Ia juga aktif di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) 'Aisyiyah Jawa Tengah dan LBH Majelis Hukum dan HAM (MHH) PWA Jateng.
Pengalamannya tersebut menjadikannya rujukan utama dalam isu-isu keadilan sosial, terutama yang menyangkut perempuan, anak, dan penyandang disabilitas. Ia juga telah menjadi fasilitator dan trainer nasional dalam isu-isu seperti gender mainstreaming, legal drafting, hingga pelatihan paralegal berbasis komunitas.
Sebagai peneliti, Siti telah menghasilkan berbagai karya tulis dan kajian yang berfokus pada keadilan sosial dan pemberdayaan kelompok rentan. Beberapa penelitiannya digunakan sebagai rujukan dalam penyusunan kebijakan publik dan program pemberdayaan masyarakat berbasis gender dan inklusi.
Di kalangan mahasiswa dan aktivis muda, ia menjadi figur inspiratif. Tidak jarang ia menggelar mentoring dan diskusi santai di luar ruang kelas. Gaya komunikasinya yang sederhana dan merakyat membuatnya mudah diterima dan dijadikan panutan.
Inklusi Sosial Jalan Ibadah
Dalam dunia yang masih dipenuhi stigma dan diskriminasi terhadap kelompok tertentu, Siti Kasiyati hadir sebagai penyejuk. Ia mengajak kita semua untuk membuka hati, membangun ruang-ruang penerimaan, dan mengikis tembok ketidakpedulian.
Ketekunan, ketulusan, dan konsistensi menjadi ciri khas dalam langkah hidupnya. Ia menghindari sorotan media dan lebih memilih bekerja dalam senyap. Namun hasil dari kiprahnya kini mulai tampak dalam wajah komunitas-komunitas yang lebih sadar, lebih kuat, dan lebih adil.
Bagi Siti, inklusi sosial bukan sekadar misi sosial, melainkan jalan ibadah. Sebuah pengabdian yang dilandasi nilai spiritual dan kesadaran bahwa setiap manusia berhak untuk hidup bermartabat. Dengan ilmu, iman, dan aksi nyata, ia terus menyulam harapan bagi mereka yang kerap tak terdengar suaranya.
Kisah hidup Siti menjadi cermin bagaimana ilmu pengetahuan bisa menjadi alat transformasi sosial jika disertai dengan keberpihakan dan ketulusan. Dalam dirinya, dunia akademik dan dunia pengabdian berpadu harmonis, menjadikannya sosok yang tak hanya layak dikagumi, tetapi juga diteladani.
Di tengah tantangan zaman yang kompleks, ia menjadi lentera bagi banyak orang, khususnya perempuan dan kelompok difabel. Melalui langkah-langkah kecil tapi konsisten, ia menunjukkan bahwa perubahan besar selalu dimulai dari kepedulian yang mendalam.
Editor: Tomi Kurniawan