Program Kampung Nelayan Merah Putih Tanpa Utang
/ Opini
Pembangunan infrastruktur fisik perlu diimbangi dengan kapasitas institusi yang kuat.
Daniel Mohammad Rosyid
Guru Besar Teknik Kelautan ITS Surabaya
Penulis kelahiran Mlinjon, Tonggalan, Klaten
Belum lama ini, Kabinet Merah Putih meluncurkan program Kampung Nelayan Merah Putih (KNMP). Program tersebut menggelontorkan dana sebesar Rp22 miliar per kampung nelayan. Diharapkan, kampung-kampung nelayan akan bertransformasi menjadi kawasan pertumbuhan baru yang lebih memberikan prospek cerah bagi generasi muda nelayan.
Sejak industrialisasi 50 tahun silam, proses-proses devolusi telah terjadi, tidak hanya di kawasan pesisir, tapi juga di kawasan pertanian lereng-lereng gunung. Terjadi urbanisasi besar-besaran di mana anak-anak muda meninggalkan kawasan-kawasan agro-maritim dan pergi ke kawasan-kawasan urban di pusat-pusat pertumbuhan. Kesenjangan spasial antara kota-desa pun semakin melebar.
Program Kampung Nelayan Merah Putih dimaksudkan untuk membalik devolusi itu agar kawasan-kawasan agro-maritim menjadi pusat-pusat pertumbuhan baru, sehingga pertumbuhan ekonomi menjadi semakin berkualitas, inklusif, dan berbasis agro-maritim.
Salah satu faktor proses devolusi demikian adalah riba yang ditandai dengan kebijakan membesarkan sektor keuangan dan mengerdilkan sektor riil, terutama sektor primer, seperti pertanian dan perikanan laut. Nilai Tukar Petani dan Nelayan terus turun, sedangkan usia petani dan nelayan makin menua.
Setiap kawasan, agar bisa maju dan berkembang, mensyaratkan beberapa hal berikut. Pertama, sumber daya manusia (SDM) yang cakap, sehat, dan produktif. Kedua, pasar yang terbuka dan adil. Ketiga, investasi yang memandirikan warganya. Keempat, birokrasi yang kompeten dan amanah. Kelima, pasokan energi yang memadai.
Alokasi dana Rp22 miliar per kampung nelayan perlu memperhatikan lima syarat tersebut. Syarat keempat, yaitu pasar yang terbuka dan adil, mensyaratkan transaksi yang bebas-riba.
Dana besar Rp22 miliar itu perlu dialokasikan dengan tepat dan cermat. Setiap investasi publik di pesisir atau di lereng gunung hanya akan bermanfaat—value for money—jika memenuhi dua syarat.
Pertama, birokrasi daerahnya kompeten dan amanah serta bersih korupsi, kolusi, nepotisme (KKN). Kedua, operator pelaksananya profesional dan juga bersih dari KKN. Jika salah satu syarat tidak dipenuhi maka investasi publik hanya akan berbuah value for monkey.
Oleh karena itu, program Kampung Nelayan Merah Putih tidak boleh hanya mengejar pembangunan infrastruktur fisik, tapi perlu membangun kapasitas institusi yang kuat. Kepemimpinan yang kompeten dan amanah, sistem dan standar yang memadai, serta investment in peoples sangat penting. Sementara itu, riba perlu segera dihentikan.
Inspirasi Hidup dari Klaten
Saya lahir di Mlinjon, Klaten. Ayah dari ibu saya, atau kakek saya, bernama Sastrodiwongso. Berbekal pendidikan Sekolah Rakyat (SR) dan tulisan tangan yang begitu elok, ia bekerja sebagai pegawai pegadaian swasta terkenal sezamannya.
Simbah Sastrodiwongso memiliki tujuh orang anak. Ibu saya, sulung dari ketujuhnya. Rumahnya besar bahkan ada usaha kecil yang berproduksi batik. Simbah memiliki sawah dengan luasan lumayan. Tapi, satu yang sangat penting, ia tidak punya utang.
Ibu saya seorang guru, lulusan Sekolah Guru Agama (SGA) Surakarta. Setelah menikah dengan ayah saya, ekonomi keluarga masih tergolong lumayan. Catatan pentingnya, baik Simbah maupun ibu saya, tidak memiliki utang.
Sementara saya dan keluarga, meski lulusan universitas, rumah saya tidak sebesar rumah Simbah. Jumlah anak juga semakin sedikit. Saya tidak memiliki sawah dan usaha kecil. Namun, tekanan untuk berutang sangatlah tinggi.
Mengapa masyarakat cenderung berutang? Sebab, perlahan tapi pasti, masyarakat semakin sulit membedakan, apa itu belajar dan apa itu bersekolah, apa itu kompetensi dan apa itu ijazah, apa itu kebutuhan dan apa itu keinginan, apa itu komunikasi dan apa itu smart phone, apa itu konektivitas dan apa itu jalan tol, apa itu mobilitas dan apa itu mobil, apa itu kebahagiaan dan apa itu harta, apa itu isi dan apa itu bungkusnya.
Ketika rakyat gagal membedakan antara keinginan yang tak terbatas dan kebutuhan yang terbatas maka pemerintah akan masuk ke dalam jebakan utang. Inilah yang terjadi sekarang. Mari waspada. Jika makin banyak benda yang dimiliki, jangan-jangan makin tenggelam dalam utang dan makin sulit berbahagia.
Sekian lama, utang menjadi instrumen pemiskinan dan perampasan kemerdekaan. Rasulullah Muhammad SAW bersabda, utang akan membuat kegelisahan di malam hari dan kehinaan di siang hari.
Kawasan nelayan berikut budi daya tradisional yang hendak diubah menjadi kawasan lebih modern, produktif, dan berdaya saing hingga tercapai kemandirian dan kesejahteraan haruslah bersih dari unsur ribawi. Karenanyalah, para nelayan dapat benar-benar merdeka.
Editor: Arif Giyanto
