Sekretaris Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Tengah, Dodok Sartono (berpeci hitam), dalam Pengajian Difabel LBH MHH Pimpinan Wilayah 'Aisyiyah Jawa Tengah. (LBH MHH PWA Jawa Tengah)
Pengajian LBH MHH Pimpinan Wilayah 'Aisyiyah Jawa Tengah Bahas Fikih Difabel Muhammadiyah : Sekretaris Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Tengah, Dodok Sartono (berpeci hitam), dalam Pengajian Difabel LBH MHH Pimpinan Wilayah 'Aisyiyah Jawa Tengah. (LBH MHH PWA Jawa Tengah)
Sekretaris Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Tengah, Dodok Sartono (berpeci hitam), dalam Pengajian Difabel LBH MHH Pimpinan Wilayah 'Aisyiyah Jawa Tengah. (LBH MHH PWA Jawa Tengah)

Pengajian LBH MHH Pimpinan Wilayah 'Aisyiyah Jawa Tengah Bahas Fikih Difabel Muhammadiyah

Prinsip tauhid mengakui pluralitas fisik, sehingga mendorong kesetaraan manusia di hadapan manusia lainnya.


NGEMPLAK, Kartasura | Ada yang menarik dari Pengajian Komunitas Difabel yang rutin digelar Lembaga Bantuan Hukum Majelis Hukum dan HAM Pimpinan Wilayah 'Aisyiyah Jawa Tengah, Selasa (29/7/2025), di Gowanan, Ngemplak, Kartasura, Sukoharjo. Penceramah, Hamdan Maghribi, mempresentasikan ‘Fikih Difabel Muhammadiyah’.

“Dalam Islam, manusia merupakan entitas spiritual; bukan entitas fisik atau materi. Harkat dan martabat manusia tidaklah diukur dari kondisi fisik ataupun materi, tapi dari ketakwaannya,” ujar akademisi Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta tersebut.

Ia menjelaskan tiga nilai dasar dalam Fikih Difabel, yaitu tauhid, keadilan, dan kemaslahatan. Nilai-nilai dasar tersebut diambil dari nilai universalitas Islam yang diserap langsung dari semangat Al-Quran dan As-Sunnah. Tingkatan pertama ini bersifat norma-norma abstrak yang merupakan nilai paling esensial dalam ajaran Islam.

“Prinsip tauhid mengakui adanya pluralitas fisik, sehingga mendorong kesetaraan manusia di hadapan manusia lainnya. Baik difabel maupun bukan, keduanya dipandang setara sebagai makhluk ciptaan Allah. Prinsip ini membawa implikasi bahwa seseorang harus berlaku adil kepada siapa pun, sebagaimana yang tertulis dalam QS An-Nahl ayat 90,” terangnya.

Selanjutnya, dalam konteks difabel, nilai keadilan berarti setiap orang harus menerima bahwa keterbatasan fisik sebagai bagian dari keragaman manusia secara umum, dan sama sekali bukan hukuman Tuhan. Sebab, pada dasarnya, hal yang membedakan manusia di hadapan Allah, tentu bukan kesempurnaan fisik, melainkan keunggulan spiritual, amal ibadah, dan perbuatan-perbuatan terpuji lainnya.

Sementara kemaslahatan manusia merupakan tujuan utama adanya syariat Islam (maqāṣid al-syarī‘ah). Hamdan bertutur, terdapat tiga tingkatan maqāṣid al-syarī‘ah, yaitu ḍarūrī (primer), ḥājjī (sekunder), dan taḥsīnī (tersier). Maṣlaḥah ḍarūriyyah adalah sesuatu yang harus ada demi terwujudnya kemaslahatan dunia dan akhirat.

“Apabila hal ini tidak ada maka akan menimbulkan kerusakan bahkan hilangnya kehidupan,” tandasnya.

Dalam konteks fikih difabel, sambungnya, nilai kemaslahatan yang berada di tingkatan ḍarūriyyah bermakna menjaga hak-hak difabel, memenuhi kebutuhan dasar hidupnya, dan memberikannya kesempatan untuk berkontribusi nyata dalam segala bidang. Hal tersebut sejalan dengan firman Allah dalam QS Al-Baqarah ayat 143.

Syukur, Sabar, dan Ikhlas

Untuk menjalankan Fikih Difabel, Hamdan menekankan pentingnya rasa syukur, sabar, dan ikhlas. Perilaku sabar termaktub dalam setiap motivasi, ikhtiar, doa, sabar, tawakal, qanaah, dan ridha. Sementara sabar artinya menahan, bukan hanya saat berduka, tapi juga saat bahagia.

“Sabar adalah sikap adil-bijaksana. Tahu kapan ngegas, kapan ngerem. Positive Thinking. Apa yang kita alami saat ini, yakinlah pasti yang terbaik dari Allah,” ucapnya.

Lebih dalam, pembicara menyampaikan tentang pentingnya ikhlas dalam menjalani hidup, apa pun situasinya.

“Surat Al-Ikhlās tidak ada kata ikhlās di dalamnya. Milikilah dua cermin. Satu untuk melihat kebaikan yang lain, satu lagi untuk melihat keburukan diri sendiri. Jalanmu adalah jalanmu. Orang lain hanya bisa berjalan denganmu, tapi tidak bisa menjalaninya untukmu. Hanya kamu sendiri yang bisa menjalaninya,” pungkas Hamdan bernas.

Editor: Rahma Frida


Berita Terkait

Mungkin Anda Tertarik