

Bila Kelas Menengah Indonesia di Ambang Kerentanan
/ Opini
Berhasil-tidaknya kepemimpinan nasional terpilih untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi hingga 7 persen menjadi faktor penting selamat-tidaknya kelas menengah Indonesia.
Anton A. Setyawan
Guru Besar Ilmu Manajemen FEB Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pemilihan Umum 2024 telah usai. Meskipun muncul keluhan dan protes seputar kecurangan kontestasi politik lima tahunan tersebut, tampaknya tidak akan terjadi gejolak yang ekstrem. Kelompok yang belum menerima hasil Pemilu 2024 pada praktiknya menempuh jalur prosedural melalui Mahkamah Konstitusi.
Sementara itu, pihak yang mengklaim sebagai pemenang Pemilu 2024 harus mulai menyiapkan diri sebagai pemimpin negara ini. Beberapa persoalan ekonomi yang harus segera ditangani telah menanti. Janji pemerintah baru pemenang Pemilu adalah perbaikan ekonomi, salah satunya dengan mewujudkan pertumbuhan ekonomi berkualitas.
Sekian waktu, pertumbuhan ekonomi Indonesia stabil pada angka 5 persen, dan terjadi selama pemerintahan Presiden Joko Widodo. Sebuah angka pertumbuhan ekonomi yang tinggi, apabila dibandingkan dengan negara-negara lain.
Lembaga-lembaga internasional dunia, seperti Bank Dunia, IMF, dan Bank Pembangunan Asia memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa mencapai 5 persen pada 2024. Prediksi ini disampaikan dalam laporan outlook ekonomi tahun 2024 mereka. Pada sisi lain, lembaga-lembaga tersebut juga memprediksi pelambatan perekonomian global akibat guncangan makro ekonomi, karena ketidakstabilan geopolitik global dan perubahan iklim.
Pemerintah Jokowi dengan pertumbuhan ekonomi 5 persen dan pengelolaan APBN yang baik mampu memberikan jaminan sosial dan perlindungan kepada kelompok masyarakat miskin di Indonesia. Angka kemiskinan dan pengangguran terbuka pun mengalami penurunan. Meski begitu, ternyata belum dapat mengatasi permasalahan ekonomi fundamental Indonesia.
Ada kondisi mengkhawatirkan yang saat ini mulai muncul di Indonesia. Data bulan Agustus 2023 menunjukkan angka pengangguran terbuka turun menjadi 5,32 persen. Secara year on year angka pengangguran terbuka turun sekitar 0,54 persen dibandingkan Agustus 2022. Namun, angka pengangguran terbuka di kalangan lulusan perguruan tinggi justru mengalami peningkatan sejak Februari 2023.
Pengangguran terbuka di kalangan perguruan tinggi mencapai 11,8 persen dari total angka pengangguran terbuka atau hampir mencapai 1 juta orang. Berarti, ada masalah serius pada kelas menengah di Indonesia. Kelas menengah di Indonesia yang tumbuh cepat pada 15 tahun terakhir, saat ini justru mengalami kerentanan dan bersiap turun kelas menjadi kelompok berpenghasilan rendah ketika terjadi guncangan ekonomi.
Kelas Menengah dan Pertumbuhan Ekonomi
Berdasarkan kategorisasi Bank Dunia pada 2018, kelas menengah adalah kelompok masyarakat atau rumah tangga dengan pengeluaran antara US$ 7,5-38 per hari. Dengan asumsi US$ 1 sama dengan Rp16 ribu maka kelas menengah di Indonesia adalah mereka dengan pengeluaran per hari antara Rp125 ribu hingga Rp625 ribu.
Setingkat di bawah kelas menengah, ada calon kelas menengah dengan pengeluaran antara Rp55 ribu sampai dengan Rp120 ribu per hari. Setingkat di bawah calon kelas menengah, terdapat kelompok rentan (vulnerable) dengan pengeluaran antara Rp35 ribu hingga Rp50 ribu per hari. Pada posisi terbawah, ada kelompok miskin dengan pengeluaran di bawah Rp35 ribu per hari.
Dalam laporan Bank Dunia tentang Kelas Menengah Indonesia tahun 2018 disebutkan bahwa kelas atas Indonesia berjumlah 3,1 juta orang, kelas menengah 53,6 juta orang, calon kelas menengah berjumlah 114,7 juta orang, masyarakat rentan 61,6 juta orang, dan masyarakat miskin berjumlah 28 juta orang.
Jumlah kelas menengah yang besar menunjukkan kemajuan ekonomi Indonesia, karena kelompok ini menentukan permintaan barang dan jasa. Kelompok kelas menengah, terutama calon kelas menengah, adalah kelompok konsumtif. Hal inilah yang menjelaskan pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa stabil di angka 5 persen, karena dominasi konsumsi kelas menengah dan calon kelas menengah.
Selanjutnya, jumlah dan kualitas kelompok kelas menengah Indonesia, yakni kelas menengah, calon kelas menengah, dan kelompok rentan dipengaruhi oleh kualitas pertumbuhan ekonomi. Kelas menengah yang berkualitas adalah kelas menengah yang mampu mempertahankan pendapatan mereka, karena bekerja di sektor formal berdasarkan tingkat pendidikan dan kompetensi. Mereka tetap menjadi kelas menengah karena bekerja di sektor formal dengan penghasilan stabil dan mempunyai tabungan cukup bahkan mampu menyisihkan penghasilannya untuk investasi.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia sekarang dikritik tidak berkualitas, karena didominasi oleh konsumsi. Pertumbuhan ekonomi 5 persen tidak cukup untuk menyediakan lapangan pekerjaan yang berkualitas di sektor formal. Hal tersebut tidak terlepas dari inefisiensi yang terjadi pada perekonomian Indonesia.
Perdebatan dalam kontestasi Pemilihan Presiden 2024 menyinggung tingginya Incremental Capital Output Ratio (ICOR) Indonesia. Sampai dengan bulan Maret 2023, ICOR Indonesia mencapai 6,33 persen. Artinya, untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 1 persen dibutuhkan akumulasi modal sebesar 6,33 persen. Idealnya, apabila mengacu pada ICOR negara-negara di Asia Tenggara maka angka ideal ICOR sebesar 3 persen.
Pertumbuhan ekonomi yang tidak berkualitas mengancam kelas menengah Indonesia. Padahal, kelompok ini menjaga kestabilan ekonomi dan politik di Indonesia. Kelas menengah Indonesia bisa bergeser menjadi calon kelas menengah atau rentan ketika terjadi guncangan ekonomi, seperti pada masa pandemi tahun 2020-2021 lalu, saat pertumbuhan ekonomi hanya mencapai 2,7 persen. Kelas menengah yang kehilangan pekerjaan jatuh menjadi kelompok rentan.
Kelas Menengah Berkualitas
Perlindungan terhadap masyarakat miskin sangat diperlukan. Namun, berkaca pada kondisi perekonomian Indonesia terkini, kelas menengah juga harus diperhatikan oleh pemerintahan baru.
Perlindungan bagi masyarakat kecil yakni dengan menjaga dan membantu daya beli mereka berupa berbagai program bantuan sosial, baik program keluarga harapan, bantuan langsung tunai, Kartu Indonesia Sehat, Kartu Indonesia Pintar dan Kartu Pra Kerja.
Semua program tersebut sebaiknya dilanjutkan dan apabila memungkinkan, untuk Kartu Indonesia Pintar dan Kartu Pra Kerja diperluas penerima manfaatnya, tidak hanya bagi masyarakat miskin. Kelompok masyarakat rentan dan calon kelas menengah pun membutuhkannya. Seperti diketahui, dua program tersebut merupakan program hibah produktif untuk mencetak SDM berkualitas.
Dalam janji kampanyenya, pasangan presiden dan wakil presiden terpilih, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 7 persen. Capaian tersebut diharapkan bisa menjaga kualitas kelas menengah Indonesia. Karena berarti semakin banyak lapangan pekerjaan formal yang berkualitas bagi angkatan kerja Indonesia.
Pekerjaan rumah yang sulit adalah menurunkan ICOR Indonesia menjadi 3 persen. Meski sulit, harus tetap dilakukan. Penurunan ICOR dilaksanakan dengan melanjutkan program reformasi birokrasi dan pembangunan infrasruktur, menurunkan biaya logistik dan biaya produksi yang berasal dari ekonomi biaya tinggi (pungutan liar), serta terus memperkuat program pengembangan SDM untuk menghasilkan angkatan kerja berkualitas.