Dosen Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta, Choirul Amin. (Dokumen Pribadi)
Banjir Bandang, Bukan Salah Hujan : Dosen Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta, Choirul Amin. (Dokumen Pribadi)
Dosen Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta, Choirul Amin. (Dokumen Pribadi)

Banjir Bandang, Bukan Salah Hujan

Pengelolaan sumber daya alam bisa berjalan secara optimal tanpa mengorbankan keseimbangan ekosistem.


Choirul Amin
Dosen Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta

 

Hujan turun, bumi basah. Tapi mengapa kita justru panik? Air yang seharusnya memberi kehidupan malah datang membawa bencana. Puncak, Bogor, lagi-lagi kebanjiran. Hujan deras mengguyur, sungai meluap, dan banjir bandang pun melanda. Ini bukan pertama kali terjadi, dan jika kita terus abai, ini juga bukan yang terakhir.

Fenomena banjir bandang yang terjadi di kawasan Puncak, Bogor, merupakan permasalahan lingkungan yang kompleks dan terus berulang. Hujan yang seharusnya menjadi sumber kehidupan justru menjadi penyebab bencana yang merusak ekosistem serta infrastruktur.

Hal ini menunjukkan bahwa terdapat ketidakseimbangan dalam tata kelola lingkungan, terutama dalam pengendalian pembangunan di daerah resapan air. Kurangnya pengawasan dan penegakan regulasi lingkungan menjadi faktor utama yang memperparah kondisi tersebut.

Peningkatan jumlah bangunan di kawasan Puncak menyebabkan berkurangnya daya serap tanah terhadap air hujan. Jika dahulu tanah mampu menyerap air dengan optimal, kini permukaan lahan yang tertutup oleh infrastruktur non-permeabel menyebabkan aliran air langsung masuk ke sungai tanpa terserap. Akibatnya, volume air yang tinggi mengalir dengan cepat dan menyebabkan banjir bandang di daerah hilir.

Masalah lain yang tidak kalah serius adalah penyempitan sungai. Banyak daerah yang seharusnya jadi jalur air malah dipakai untuk bangunan dan permukiman. Akibatnya, sungai makin sempit, dan saat debit air naik, tidak cukup lagi untuk menampungnya. Alhasil, air meluap dan banjir pun terjadi.

Selain itu, perubahan fungsi lahan yang tidak terkendali menjadi penyebab utama permasalahan ini. Lahan yang sebelumnya digunakan sebagai perkebunan dan hutan kini berubah menjadi permukiman serta kawasan komersial. Perubahan tersebut berdampak pada meningkatnya risiko bencana hidrometeorologi karena lahan tidak lagi berfungsi sebagai daerah tangkapan air.

Jika pengawasan terhadap perubahan tata guna lahan dilakukan secara ketat maka dampak negatif terhadap lingkungan dapat diminimalkan.

Pemerintah sebenarnya bisa bertindak lebih tegas untuk menangani masalah ini. Selain memperbaiki infrastruktur, mereka juga harus benar-benar menerapkan regulasi lingkungan. Jangan hanya menjadi aturan di atas kertas.

Polisi Lingkungan

Barangkali kinilah saatnya membentuk Polisi Lingkungan, yakni lembaga yang bertugas untuk menegakkan aturan lingkungan secara ketat guna mencegah terjadinya degradasi ekosistem. Polisi Lingkungan berperan memastikan pembangunan di sebuah kawasan tetap memperhatikan aspek konservasi lingkungan dan tata ruang yang berkelanjutan.

Beberapa negara telah berhasil menerapkan sistem Polisi Lingkungan sebagai upaya perlindungan ekosistem. Beberapa contoh di antaranya, yaitu Environmental Protection Agency (EPA) di Amerika Serikat.

EPA memiliki divisi khusus yang bertugas menindak pelanggaran lingkungan, termasuk pencemaran air dan udara serta pengelolaan limbah berbahaya. Lembaga ini memiliki kewenangan untuk memberikan sanksi hukum kepada individu maupun perusahaan yang terbukti melakukan pelanggaran terhadap regulasi lingkungan.

Sementara itu, di Jerman ada Green Police, di mana terdapat unit khusus yang bertugas melakukan pengawasan terhadap aktivitas yang berpotensi merusak lingkungan, seperti pembuangan limbah ilegal, deforestasi tanpa izin, serta pelanggaran batas emisi kendaraan bermotor. Keberadaan unit tersebut turut memastikan bahwa kebijakan lingkungan dapat ditegakkan dengan maksimal.

Di Brasil ada Brigada Ambiental. Mereka berfokus pada perlindungan hutan hujan Amazon dari aktivitas ilegal, seperti perambahan hutan dan eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan. Unit ini bekerja sama dengan masyarakat lokal untuk menjaga kelestarian ekosistem.

Jika Indonesia memiliki sistem serupa maka pelanggaran lingkungan seperti pembangunan liar di kawasan Puncak dapat dicegah sejak dini. Polisi Lingkungan akan memastikan bahwa Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) diterapkan secara konsisten dan tidak sekadar menjadi formalitas. Selain itu, keberadaan lembaga ini juga dapat meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga keseimbangan ekosistem.

Pemerintah memiliki peran yang sangat penting dalam mewujudkan kebijakan tersebut. Selain membangun infrastruktur yang mendukung pengelolaan air, diperlukan pula langkah konkret dalam menegakkan regulasi lingkungan yang sudah ada. Jika penegakan hukum tetap lemah maka permasalahan banjir dan degradasi lingkungan akan terus berlanjut.

Pembangunan di kawasan Puncak dan Kawasan serupa di tempat lain seperti Tawang Mangu di Karanganyar dan Cepogo di Boyolali, harus dilakukan dengan memperhatikan prinsip keberlanjutan. Keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan kelestarian lingkungan merupakan faktor utama dalam mengurangi risiko bencana ekologis.

Pembentukan Polisi Lingkungan menjadi langkah strategis untuk memastikan bahwa kebijakan lingkungan dapat ditegakkan secara efektif. Dengan demikian, pengelolaan sumber daya alam dapat berjalan secara optimal tanpa mengorbankan keseimbangan ekosistem.

Editor: Rahma Frida


Berita Terkait

Mungkin Anda Tertarik