

Agribisnis Digital, Belum Kaprah Kendati Faedah
/ Bisnis
Solusi permodalan dan distribusi produk dapat ditempuh dengan digitalisasi.
Venus Mahardika
Founder Tangen Library. Pebisnis. Alumnus UMS. Ketua Umum HMI Sukoharjo Periode 2019-2020
Tahun-tahun pandemi beberapa waktu lalu menjadi saat terberat bagi siapa pun. Hantamannya meluluhlantakan sektor ekonomi, pendidikan, dan pemerintah. Semua bagian, tanpa terkecuali, berjuang keras untuk tetap bertahan.
Seluruh aktivitas perekonomian berupa produksi dan distribusi mengalami gangguan saat pandemi. Sektor formal melakukan pembatasan kerja, mulai kerja dari rumah, merumahkan, atau pun pengurangan jam kerja bagi karyawan untuk mencegah penyebaran virus yang lebih luas. Jalur distribusi, mulai pasokan stok produksi impor hingga ekspor pun mengalami gangguan.
Di sisi lain, pada bulan Maret hingga Mei 2020 pekerja sektor informal yang berada di kota besar, seperti pedagang asongan, buruh serabutan, dan lain sebagainya, memilih untuk ‘mengungsi’ ke kampung halaman. Padahal, sektor informal menjadi sektor penyerap tenaga kerja terbesar di Indonesia.
Untuk ke sekian kalinya, desa kembali menjadi ‘katup pengaman’ sementara atas hilangnya pekerjaan para pekerja sektor informal di kota.
Soleh Solahudin, Menteri Pertanian periode 1998-1999 masa Kabinet Reformasi Pembangunan dalam Pembangunan Pertanian Era Reformasi menyebut, sektor pertanian di desa dalam masa krisis ekonomi yang mulai dirasakan pada pertengahan tahun 1997, memiliki peran dalam hal penyediaan kesempatan kerja bagi pengangguran baru dari kota ke desa. Pertanian juga mampu sebagai katup pengaman dengan menampung tambahan tenaga yang cukup besar.
Kemampuan desa dan agrikultur, khususnya pertanian, tak bisa lagi dianggap sebelah mata, hanya karena zaman industrialisasi telah menggusur bebas lahan mereka.
Namun, di balik kemampuan desa dalam menggerakkan roda perekonomian, di bidang pertanian terdapat permasalahan yang muncul ketika pandemi. Ade Candradijaya, Direktur Urusan Koperasi Internasional dalam Covid-19 Impact on Food Security in Indonesia menulis masalah-masalah sektor pertanian di kala pandemi dan saat musim kemarau.
Permasalahan yang dimaksud yakni penurunan jumlah penawaran dan stok makanan, penurunan akses makanan dan keuntungan dari agribisnis, peningkatan kemiskinan, penurunan pengeluaran masyarakat terhadap makanan, karena terganti dengan pembelian atas bahan atau alat kesehatan dan sanitasi.
Terlebih dalam sebuah jurnal pertanian ditulis oleh Tajjudin Bantacut (2014) menyebutkan, sejak masa awal, pembangunan pertanian dihadapkan pada persoalan skala ekonomis dan teknis, lahan kering, irigasi terbatas, jalan pertanian yang belum memadai, penerapan teknologi yang belum memadai, dan sumberdaya modal.
Capaian pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah pun bersifat reaktif terhadap masalah petanian dan isu-isu sesaat. Tajudin menyebut kekeringan, banjir, bencana alam, flu burung, dan kelangkaan. Penyelesaian masalah yang bersifat proaktif dan antisipatif relatif jarang dilakukan.
Kolaborasi Agribisnis
Pertanian masih menjadi salah satu sektor ekonomi yang mampu bertahan dalam krisis apa pun, termasuk masa pandemi. Permasalahan pertanian tak bisa diabaikan. Selayaknya industri non-pertanian yang memanfaatkan digitalisasi dalam pengembangan industri, agribisnis memerlukannya dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang ada.
Menghadapi permasalahan yang muncul di sektor agribisnis, seperti teknologi, permodalan, dan jaringan distribusi, agribisnis digital dapat dicoba dan ditekuni. Sebuah cara untuk mendorong lahirnya keterhubungan petani dengan pasar.
Agribisnis digital umumnya dimanfaatkan petani untuk pendataan dan analitik guna optimalisasi produksi. Misalnya, sensor dan teknologi Internet of Things dapat diarahkan pada pemantauan kondisi tanaman dan hewan agar lebih akurat. Dengan begitu, petani dapat mengambil tindakan yang cepat dan tepat.
Peran penghubung dan penyaluran modal dapat ditempuh pula, ketika agribisnis digital dirilis. Untuk itu, diperlukan ruang kolaborasi untuk mendapatkan akses permodalan. Analisis usaha agribisnis yang layak lantas bersama-sama didukung untuk mendapatkan investasi. Para investor pun merasa aman atas investasi yang diberikan, karena menguntungkan.
Selain itu, marketplace bagi industri agribisnis untuk memasarkan hasil produk petani agar dapat memotong rantai penjualan yang meninggikan harga ketika barang sampai di konsumen, dan menguras keuntungan petani.
Pada era industrialisasi abad ke-18 hingga 20 dunia dipenuhi dengan sentralisasi permodalan dan aset produksi. Kini, pada abad ke-21, desentralisasi modal dan aset produksi serta kolaborasi menjadi cara gerak sebuah industri bekerja. Let’s do it.